![]() |
sastrainfo.blogspot.com |
SASTRA INFO :kesehatan tubuh dipengaruhi pola makan yang
seiumbang serta teratur berolahraga. Namun, sebuah penelitian
menambahkan memiliki sifat jujur pun membuat tubuh semakin sehat.
Kesimpulan itu didapat dari Anita Kelly, profesor psikolog dari Universitas of Notre Dame, setelah melakukan riset terhadap 110 responden.
Kelly meminta setengah dari responden untuk mengatakan hal-hal yang tidak benar atau berbohong selama 10 minggu. Sementara sisa responden tidak diberikan instruksi khusus mengenai berbohong.
Namun, ketika grup yang kedua diminta berbohong di minggu-minggu tertentu, sebagian mereka mengeluhkan sakit kepala, rasa tak nyaman di tenggorokan, otot tegang, kekhawatiran, dan problem-problem lain pada kesehatan ketimbang kelompok lain.
Di akhir studi selama 10 minggu itu, beberapa partisipan telah mendapati cara-cara lebih cerdas untuk menghindari kebohongan. Kelly melihat banyak partisipan yang mengungkap prestasi harian dengan cara sederhana ketimbang mengungkapnya secara berlebihan.
Ada pula responden yang akan merespon pertanyaan-pertanyaan sulit dengan pertanyaan lain untuk mengalihkan perhatian penanya pertama. Para responden juga berhenti mencari alasan bohong atas keterlambatan atau ketika tidak berhasil menyelesaikan tugas.
"Kaitannya cukup jelas. Tidak berbohong memang jelas membantu orang-orang lebih sehat," ujar Kelly.
Senada dengan penelitian sebelumnya, secara rata-rata, masyarakat AS akan berbohong setidaknya 11 kali dalam seminggu. Orang-orang berdalih kebohongan untuk alasan kebaikan, menyelamatkan muka, hingga memuji orang lain untuk tujuan tertentu.
Menurut Bryan Bruno, kepala departemen psikiatri di Lenox Hill Hospital di New York, berbohong bisa menyebabkan stres bagi banyak orang. Berbohong juga menimbulkan kecemasan, bahkan depresi.
Bruno menjelaskan mengurangi kebohongan tidak hanya buruk untuk hubungan, tetapi untuk diri Anda sebagai individu. Banyak orang telah melihat dampak merugikan dari berbohong terhadap hubungan. Namun tak menyadari akibat lanjutan dari kebohongan itu, bahwa berbohong akan mengakibatkan stres internal.
"Saya rasa, kebohongan kecil tidak ubahnya kebohongan besar. Tujuan utama penelitian ini bukan harus hidup tanpa bohong sama sekali, tetapi mengurangi kebiasaan berbohong. Apa yang bisa orang lakukan adalah berjanji untuk mengurangi kebohongan," pungkas Kelly.
Kesimpulan itu didapat dari Anita Kelly, profesor psikolog dari Universitas of Notre Dame, setelah melakukan riset terhadap 110 responden.
Kelly meminta setengah dari responden untuk mengatakan hal-hal yang tidak benar atau berbohong selama 10 minggu. Sementara sisa responden tidak diberikan instruksi khusus mengenai berbohong.
Namun, ketika grup yang kedua diminta berbohong di minggu-minggu tertentu, sebagian mereka mengeluhkan sakit kepala, rasa tak nyaman di tenggorokan, otot tegang, kekhawatiran, dan problem-problem lain pada kesehatan ketimbang kelompok lain.
Di akhir studi selama 10 minggu itu, beberapa partisipan telah mendapati cara-cara lebih cerdas untuk menghindari kebohongan. Kelly melihat banyak partisipan yang mengungkap prestasi harian dengan cara sederhana ketimbang mengungkapnya secara berlebihan.
Ada pula responden yang akan merespon pertanyaan-pertanyaan sulit dengan pertanyaan lain untuk mengalihkan perhatian penanya pertama. Para responden juga berhenti mencari alasan bohong atas keterlambatan atau ketika tidak berhasil menyelesaikan tugas.
"Kaitannya cukup jelas. Tidak berbohong memang jelas membantu orang-orang lebih sehat," ujar Kelly.
Senada dengan penelitian sebelumnya, secara rata-rata, masyarakat AS akan berbohong setidaknya 11 kali dalam seminggu. Orang-orang berdalih kebohongan untuk alasan kebaikan, menyelamatkan muka, hingga memuji orang lain untuk tujuan tertentu.
Menurut Bryan Bruno, kepala departemen psikiatri di Lenox Hill Hospital di New York, berbohong bisa menyebabkan stres bagi banyak orang. Berbohong juga menimbulkan kecemasan, bahkan depresi.
Bruno menjelaskan mengurangi kebohongan tidak hanya buruk untuk hubungan, tetapi untuk diri Anda sebagai individu. Banyak orang telah melihat dampak merugikan dari berbohong terhadap hubungan. Namun tak menyadari akibat lanjutan dari kebohongan itu, bahwa berbohong akan mengakibatkan stres internal.
"Saya rasa, kebohongan kecil tidak ubahnya kebohongan besar. Tujuan utama penelitian ini bukan harus hidup tanpa bohong sama sekali, tetapi mengurangi kebiasaan berbohong. Apa yang bisa orang lakukan adalah berjanji untuk mengurangi kebohongan," pungkas Kelly.
sekian, semoga bermanfaat
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori lifestyle
dengan judul Depresi Muncul karena Sering Berbohong. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://sastrainfo.blogspot.com/2012/08/depresi-muncul-karena-sering-berbohong.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - Rabu, 15 Agustus 2012
Belum ada komentar untuk "Depresi Muncul karena Sering Berbohong"
Posting Komentar